Kamis, 01 Mei 2014

Pesona Dunia





Termasuk dari rahmat-Nya, Allah  menciptakan hamparan dunia begitu indah lengkap dengan keragaman muatannya. Menganugerahkan kepada manusia berbagai kekayaan penuh pesona. Anak, istri, harta, tahta, dan dunia seluruhnya begitu menyejukkan mata. Allah berfirman,

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran[3]: 14)

Ayat di atas menjelaskan bahwa mencintai wanita dan dunia adalah fitrah manusia. Seorang laki-laki tidak dilarang mencintai wanita selama aplikasi cintanya tidak melanggar syariat. Seorang manusia tidak dilarang mencintai dunia selama kecintaannya tidak menjerumuskan kepada maksiat. Namun sadarkah, sejatinya di balik keindahan itu semua adalah fitnah (ujian) untuk manusia?

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.”
(QS: Al-Kahfi[18]: 7)

Sebuah hadits dari Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam menyatakan,
 “Yang tersisa dari dunia hanyalah bencana dan fitnah. Perumpamaan amal kalian seperti bejana. Jika baik bagian atasnya, baik pula bagian bawahnya; jika busuk bagian atasnya, busuk pula bagian bawahnya.”1

Hikmah Allah azza wa jalla dalam memberikan ujian kepada manusia yaitu dengan menghiasi tujuh perkara ini sehingga dipandang indah oleh mereka.

Sesungguhnya seandainya bukan karena syahwat ini yang menghalangi manusia menghadap kepada Rabbnya niscaya ujian dalam agama itu tidak ada faedahnya. Seandainya dalam hati atau fitrah manusia tidak ada kecintaan terhadap syahwat ini niscaya ujian dalam agama tidak ada faedahnya. Karena sikap tunduk dan patuh terhadap aturan agama mudah untuk dilakukan jika tidak ada hambatan dan rintangan. Oleh karena itu orang yang pertama kali menyambut dan menerima dakwah Rasul secara umum adalah orang-orang faqir yang terhalangi dari mendapatkan dunia. Karena tidak ada hambatan dan rintangan bagi mereka,  tidak ada harta, kedudukan dan yang lainnya.

Dunia merupakan kebutuhan jiwa yang bersifat jangka pendek. Ia tidak berguna untuk akhirat. Ia dinamakan juga dengan nafsu. Mengenai nafsu, Al-Quran mengisyaratkan, Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS: An-Naazi'aat Ayat[79]:40- 41). Keseluruhan nafsu ada lima macam, yang terkumpul dalam firman Allah, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah (1)permainan dan (2)suatu yang melalaikan(senda gurau), (3)perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya (4)harta dan (5) anak (QS: Al-Hadiid[57]: 20) Adapun subjek yang dihasilkan dari lima nafsu tersebut ada tujuh, sebagaimana terkumpul dalam firman-Nya “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: (1)wanita-wanita, (2)anak-anak, harta yang banyak dari jenis (3)emas, (4)perak, (5)kuda pilihan, (6)binatang-binatang ternak, dan (7)sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran[3]: 14).

Para ulama menjelaskan, tatkala Allah menjadikan dunia terlihat indah di mata manusia, ditambah dengan berbagai aksesorisnya yang memikat, mulailah jiwa dan hati condong kepadanya. Dari sini manusia terbagi menjadi dua kubu sesuai dengan pilihannya. Sebagian orang menjadikan seluruh anugerah tesebut sebagai tujuan hidupnya. Seluruh pikiran dan tenaga dikerahkan demi meraihnya, hal itu sampai memalingkan mereka dari ibadah. Akhirnya mereka tidak peduli bagaimana cara mendapatkannya dan untuk apa kegunaannya. Ini adalah golongan orang-orang yang kelak menerima azab yang pedih. Sedangkan golongan yang kedua adalah orang-orang yang sadar bahwa tujuan penciptaan dunia ini adalah untuk menguji manusia, sehingga mereka menjadikannya sarana untuk mencari bekal akhirat. Inilah golongan yang selamat dari fitnah, merekalah yang mendapat rahmat Allah.2
 











catatan akhir :



1      Hadits dilansir oleh Ahmad (no. 16576) dan Abdun bin Humaid (no. 1534) dari hadits Ummu Salamah
2      Tafsir As Sa’di, hal. 123-124